Minggu, 04 Agustus 2013

Jangan pernah merasa mendapat hidayah part 2



                Kita tidak bisa hidup tanpa iman. Sesungguhnya kita lebih butuh agama dibandingkan air dan udara. Kehilangan air dan udara hanya menyebabkan kehancuran dan kematian, sedangkan kehilangan iman bisa menyebabkan kematian hakiki di dunia dan akhirat. Jika seorang muslim memelihara iman, maka dia akan mendapatkan berbagai buah lezat yang bermanfaat bagi kehidupanya di dunia dan akhirat. Kehidupan yang indah tak akan pernah dirasakan oleh orang yang berpaling dari-Nya. Allah swt berfirman: “Dan orang yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, ‘Ya tuhanku, mengapa Engkau mengumpulkanku dalam keadaan buta, padahal dulu aku bisa melihat ?” Allah berfirman , “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakanya dan begitu(pula) pada hari ini pun kamu dilupakan.” (QS Thaahaa[20]: 124-126).

                Hidayah Allah ‘Azza wa Jalla tidak diberikan kepada manusia atas dasar jabatan, keluarga, keturunan, nasib, dan harta. Hidayah dan cahaya Allah hanya diberikan kepada orang-orang yang Dia kehendaki dan pantas untuk mendapatkanya. Menurut Ibnu Taimiyyah dalam majmu’ al-Fatwa, orang muslim dilahirkan dua kali, sedangkan orang kafir hanya dilahirkan satu kali, karena Allah swt berfirman: “Dan apakah orang-orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang   terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang-orang yang keadaanya berada dalam kegelapan yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?” (QS al-An’aam[6]: 122).

                Orang-orang yang mendapat hidayah adalah orang-orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah swt. Dalam kaitanya dengan Ramadhan, maka mereka adalah orang-orang yang lulus dari madrasah ruhani dengan nilai terbaik. Kakinya digerakkan untuk selalu melangkah ke masjid, hatinya digerakkan untuk gemar membaca Al-Qur’an dan berdzikir. Tangannya tak akan mau menerima yang bukan haknya. Allah swt tahu benar siapa-siapa saja yang sangat menginginkan hidayah. Merekalah orang-orang yang rela menjadikan Allah sebagai Tuhan dan tujuan utamanya. Dia akan menerangi mata hati, memberikan rezeki tauhid, melimpahkan kebaikan dan ampunan bagi mereka. Mereka dianugerahi tabir iman.

                 Imam Ibnu al-Jauzi berkata, “Barangsiapa yang dikehendaki untuk memperoleh kebaikan, Allah akan mengaruniakan kepadanya niat yang baik dalam menuntut ilmu. Allah memberikan akal dengan kemampuan untuk melihat akibat-akibatnya di masa depan. Adapun orang-orang yang berakal pendek, mereka tidak melihat kecuali apa yang hadir sekarang dan tak pernah melihat dampaknya.”

                 Karena itu, orang yang mendapat hidayah adalah orang yang menggunakan akalnya dengan kacamata iman. Mereka tak terperangkap dalam kenikmatan yang membawa sial. Seperti pencuri  yang hanya memandang nikmatnya harta, namun melupakan hidupnya akan berakhir di bui. Seperti para penganggur yang melihat nikmat yang berleha-leha dan melupakan keutamaan ilmu dan harta. Atau seperti para pezina yang pendek akalnya, hanya melihat pemuasan nafsu dan syahwat belaka. Pezina itu lupa akan aib yang akan dideritanya di dunia dan akhirat.

                 Orang yang mendapat hidayah adalah orang yang dapat membedakan antara penderitaan dengan ujian atau azab. Ujian merupakan tantangan yang terelakkan dalam ruang kelas kehidupan ini seperti tertimpa penyakit, atau menghadapi pimpinan atau penguasa yang licik. Sementara itu, azab merupakan penderitaan konyol akibat ulah sendiri yang dapat harus kita jauhi. Azab adalah konsekuensi dari pilihan-pilihan hidup kita yang bodoh dan salah.

                 Betapa seringnya kita melihat datangnya sebuah bencana, tapi hampir tidak menyadari adanya berkah. Baru setelah datangnya berkah, kita benar-benar menyadarinya. Kita terlalu sering memperhatikan bencana yang menimpa tanpa mau menerima kenyataan bahwa itu adalah jalan hidup kita. Karena jika kita semakin sering mengeluh, makin lama Tuhan akan membenamkan kita dalam keadaan seperti itu. Padahal Allah Maha Adil dan Maha Bijak. Dia tidak membiarkan hamba-Nya menderita, terzhalimi dan teraniaya di dunia tanpa ada balasanya di akhirat. Emmanuel Kant, seorang filsuf besar Jerman pernah berkata, “ Drama kehidupan belum sempurna, harus ada episode kehidupan lain. Sebab di sini kita melihat ada yang zhalim dan ada yang dizhalimi, tapi kita tidak melihat ada yang membantu. Kita menonton ada yang menang dan ada yang kalah, tapi kita tidak mendapati adanya pembalasan. Jadi harus ada alam lain, dimana keadilan benar-benar terwujud.”

                 Tuan Kant, jelas bukan muslim. Tapi dia sudah meyakini adanya hari pembalasan. “Alam lain” setelah kehidupan saat ini, yang akan membalas setiap kezhaliman dan kekalahan kita agar terwujudlah keadilan. Mengomentari pendapat Kant tersebut, Syaikh at-Thanthawi mengatakan, bahwa pernyataan ini merupakan pengakuan secara implisit akan kepercayaan akhirat dan terjadinya hari akhirat. Perhatikanlah surat yang diturunkan Allah berkenaan dengan hal ini: “(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, yang mempunyai ‘Arsy, yang mengutus Jibril dengan(membawa) perintah-Nya diantara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan(kiamat) , (yaitu) hari (ketika) mereka keluar(dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): ‘Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?’ Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Pada pagi hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakanya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini, sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (QS al-Mu’miin[40]: 15-17).

                Jika tuan Kant saja yakin adanya hari pembalasan. Mengapa banyak diantara kita yang masih belum yakin dengan adanya hari dimana keadilan ditegakkan. DR. ‘Aidh al-Qarni menulis bahwa, “meyakini adanya kehidupan lain, dimana Allah menghimpun semua makhluk dari mulai yang pertama hingga yang terakhir, akan membangkitkan kepercayaan anda terhadap keadilan Allah. Orang yang dirampas hak miliknya dalam kehidupan ini, akan mendapatkanya kembali di kehidupan akhirat.”

                Karena itu, kesedihan dan ketakutan bukan saja standar selamanya hati. Tapi merupakan tanda turunnya hidayah. Ia sedih karena masih memiliki hati yang kotor dan takut Allah swt tidak akan menerima amal ibadahnya. Bahkan menurut Hasan al-Bashri, kesedihan dan ketakutan merupakan salah satu penyebab masuknya seseorang kedalam surga.

                Saudaraku, marilah kita tutup bahasan kali ini dengan terus-menerus memohon doa agar kita termasuk orang-orang yang mendapatkan hidayah-Nya. Jangan pernah merasa ge-er bahwa kita telah mendapat hidayah-Nya. Wallahu’alam bilshawab
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Disadur dari majalah Hidayah edisi 75 bulan oktober tahun 2007 oleh Asfa Davy BYA, S.H. dengan perubahan seperlunya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar