Minggu, 13 Oktober 2013

Sekilas tentang Lamaran


Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”
Lamaran merupakan langkah awal dari suatu pernikahan. Hal ini telah disyari'atkan oleh Allah subhanahu wata'ala sebelum diadakanya akad nikah antara suami istri. Dengan maksud, supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 235:
"Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu15 dengan sindiran16 atau kalian menyembunyikan(keinginan menikahi mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui kalian mengadakan janji nikah dengan mereka secara lisan, kecuali sekedar mengucapkan(kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kalian ber'azam(bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian. Maka takutlah kepada-Nya."

1. Sifat Calon Istri

Wanita muslimah yang hendak dinikahi harus memiliki sifat penuh kasih sayang. Karena, kasih sayang antara suami dan istri menjadi penyangga bagi keberlangsungan hidup rumah tangga. Selain itu, juga mampu melahirkan keturunan. Karena, dengan adanya keturunan akan menopang terpenuhinya kepentingan peradaban dan kekayaan. Kecintaan dan kasih sayang seorang wanita kepada suaminya merupakan bukti karakter yang kuat dari sifat alamiah yang ada pada dirinya. yang mana hal itu dapat menghindarkan dirinya dari berselingkuh atau mencari perhatian laki-laki lain. 
Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta yang lainnya, dari Jabir disebutkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam pernah bertanya kepadanya: "Wahai Jabir, dengan gadis atau janda kamu menikah?". "Dengan janda," jawab Jabir. Maka beliau pun berkata: "Alangkah baiknya jika engkau dengan gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bisa bermain-main denganmu." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda yang artinya:
"Sesungguhnya dunia ini keindahan dan tidak ada di dunia ini yang lebih baik daripada seorang wanita shalihah." (H.R. Ibnu Majah)
Dari Jabir radhiallahu'anhu, dia menceritakan bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda:
"Sesungguhnya seorang wanita itu dinikahi karena agama, harta dan kecantikannya. Untuk itu, nikahilah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan bahagia." (H.R. Muslim dan Tirmidzi)

Imam Tirmidzi mengingatkan bahwa hadits ini berstatus hasan shahih.
Penulis kitab Al-Raudhah mengatakan: "Disunnahkan wanita itu berasal dari lingkungan, kabilah dan karakter yang benar-benar shalihah. Karena sesungguhnya, manusia seperti ini adalah sebagaimana logam emas dan perak(yang sangat bernilai)." Sebab, adat, kebiasaan dan gaya hidup suatu kaum sangat berpengaruh pada seseorang dan menentukan kepribadiannya. 
Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i dengan sanad shahih, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda yang artinya:
"Sebaik-baik wanita adalah yang jika engkau melihatnya, maka ia akan membahagiakanmu. Jika engkau memerintahnya, maka ia senantiasa mentaatimu. Jika engkau memberikan sesuatu kepadanya, maka ia senantiasa berbuat baik kepadamu. Apabila kamu tidak berada disisinya, ia selalu menjaga dirinya dan hartamu."
Rasulullah pernah mengirim beberapa wanita untuk mengetahui akan aib yang tersembunyi pada diri mereka. Lalu beliau berkata: "Ciumlah mulutnya, ciumlah kedua ketiaknya dan lihatlah kedua tumitnya." (H.R. Ahmad)

2. Memilih Suami

Seorang wanita muslimah hendaknya memilih calon suami yang shalih dan berakhlak mulia hingga dapat memergaulinya dengan cara yang baik atau nanti apabila menceraikannya, maka hal itu akan ia lakukan dengan cara yang baik pula. Imam Ghazali berkata: "Berhati-hati terhadap hak-hak wanita sebagai istri adalah lebih penting. Karena, mereka(kaum wanita) merupakan makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dapat melakukan perceraian kapan saja ia kehendaki. Apabila wanita muslimah memlih calon suami zhalim, fasiq atau peminum minuman keras, maka berarti agamanya menjadi ternoda serta akan menjadi penyebab kemurkaan Allah, akrena ia telah memutuskan tali silaturahmi dan salah pilih."
Seseorang bertanya kepada Hasan bin Ali: "Aku mempunyai anak gadis. Menurutmu, kepada siapa aku harus menikahkannya?". Hasan menjawab: "Nikahkanlah ia dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah. Jika laki-laki itu mencintainya, maka ia akan menghormatinya dan jika ia marah kepadanya, maka ia tidak akan menzhaliminya."

3. Melihat wanita yang hendak dilamar

Dari Mughirah bin Syu'bah, ia berkata: "Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam berkata: "Lihatlah ia, karena yang demikian itu akan melanggengkan kasih sayang antara kalian berdua." (H.R. Ibnu Majah, An-Nasa'i dan Tirmidzi)
Sebagian ulama berpegang pada hadits ini dan mengatakan: "Diperbolehkan bagi seorang laki-laki melihat wanita yang hendak dilamarnya pada bagian yang tidak diharamkan." Demikian dikemukakan oleh Imam Tirmidzi. Ini juga menjadi pendapat dari Imam Ahmad dan Imam Ishak.
Dari Jabir disebutkan(Sebagai hadits marfu'=sanadnya sampai kepada Rasulullah), bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam  bersabda yang artinya:
"Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan; sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya." (H.R. Abu Dawud dan Hakim)
Menurut Jumhur ulama: "Diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya. Akan tetapi, mereka tidak diperbolehkan melihat kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya." Sedangkan Al-Auza'i mengatakan: "Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendakinya, kecuali aurat." Adapun Ibnu Hazm mengatakan: "Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya."

Sumber: buku Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah dengan perubahan seperlunya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar