Ketika menelusuri
sebuah jalan di kota Bashrah, Al Atabi melihat seorang wanita yang sangat
cantik sedang bersendau gurau dengan seorang lelaki tua buruk rupa. Setiap kali
wanita itu berbisik, laki-laki tersebut pun tertawa.
Al Atabi yang
penasaran kemudian memberanikan diri bertanya kepada wanita itu. “Siapa laki-laki
tersebut?”. “Dia suamiku.” “Kamu ini cantik dan menawan, bagaimana kamu dapat bersabar dengan suami yang
jelek seperti itu? Sungguh, ini adalah sesuatu yang mengherankan” Al Atabi
meneruskan pertanyannya.
“Barangkali karena mendapatkan wanita sepertiku, maka ia bersyukur. Dan aku mendapatkan suami seperti dirinya, maka aku bersabar. Bukankah orang yang sabar dan syukur adalah termasuk penghuni surga? Tidak pantaskah aku bersyukur kepada Allah atas karunia ini?”
“Barangkali karena mendapatkan wanita sepertiku, maka ia bersyukur. Dan aku mendapatkan suami seperti dirinya, maka aku bersabar. Bukankah orang yang sabar dan syukur adalah termasuk penghuni surga? Tidak pantaskah aku bersyukur kepada Allah atas karunia ini?”
Al Atabi kemudian
meninggalkan wanita itu disertai kekaguman. Ulama Al Azhar, Dr Mustafa Murad,
juga kagum dengan wanita itu sehingga memasukkan kisah ini dalam bukunya Qashashush Shaalihiin. Kedua ulama tersebut tidaklah
kagum kepada wanita itu karena kecantikannya. Mereka kagum karena
agamanya. Dan benarlah pesan Rasulullah: “Wanita itu dinikahi karena
empat hal; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka
pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Wanita yang baik
agamanya, ketika ia kaya, ia tidak sombong. Ia justru dermawan, suka berinfaq
dan mendukung perjuangan dakwah suami dengan hartanya.
Wanita yang baik
agamanya, ketika ia memiliki kedudukan tinggi dan nasab yang mulia, ia tidak
menghina orang lain. Ia justru menjadi wanita yang mulia dan menggunakan
kedudukannya untuk membela kebenaran. Wanita yang baik agamanya, ketika ia
cantik, ia tidak membuat suaminya resah. Ia justru menjadi penghibur hati dan
penyejuk mata bagi suaminya tercinta. Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar