Skema transfer bus motor telah digunakan dalam pembangkitan
tenaga listrik dan fasilitas-fasilitas industry selama beberapa tahun untuk mentransfer
sebuah bus beban yang umumnya meliputi motor-motor induksi atau kombinasi motor induksi dan motor sinkron
dari sebuah sumber utama atau main source ke sebuah sumber tambahan atau auxiliary
source.
Tipikal diagram satu garis skema transfer bus motor dengan dua breaker.(Disadur dari jurnal Design of High Speed Motor Bus Transfer System oleh Murty V. V. S. Yalla, member IEEE) |
Ketika tegangan suplai dilepas dari mesin induksi(mesin
‘penggerak’ turbin generator), fluks terjebak di rotor. Fluks ini berdegradasi
seiring berjalannya waktu dan memproduksi tegangan sisa atau residual voltage
di dalam lilitan-lilitan mesin sampai rotasinya berhenti. Dalam motor-motor
yang diisolir, residual voltage dapat berdegradasi dalam beberapa siklus atau
cycle(1 cycle = 0,02 ms) pada mesin-mesin berdaya kecil namun voltage tersebut
dapat berdegradasi hingga lima detik. Pada fasilitas industri dengan banyak
motor, mesin-mesin berinersia tinggi akan berperan sebagai “generator”
penyuplai mesin-mesin yang berinersia
rendah pada bus motor sehingga seluruh mesin-mesin tersebut berdegradasi
bersamaan.
Mesin-mesin sinkron mempunyai tambahan-tambahan sistem proteksi
tersendiri pada eksitasi medan atau field-nya supaya dapat menjaga tegangan
internal pada field saat waktu mati atau dead time(waktu saat breaker terbuka)
sebelum sistem penutupan kembali breaker(reclosing) terjadi. Salah satu masalah
yang dihadapi oleh motor-motor yang mempertahankan residual voltage adalah mereka dapat
menimbal-balik atau mempengaruhi saluran distribusi dan transmisi di
sekitarnya.
Ketika reclosing terjadi, tegangan sistem dan tegangan sisa mesin
tidak sefasa. Atau out of phase. Penggunaan reclosing otomatis atau
autoreclosing dapat menghasilkan tegangan melebihi batas desain mekanik dan insulasinya
dan juga menghasilkan arus dan torsi transient yang tinggi. Motor-motor
tersebut mungkin tidak seketika mengalami kegagalan atau rusak, namun hasil
dari torsi sumbu atau shaft dan torsi pada lilitan-lilitan yang akhirnya dapat
menghasilkan kegagalan yang aneh atau unexplained failures pada mesin. Sebagai
tambahan, beban-beban motor tersebut dapat menjaga keutuhan jalur-jalur
kegagalan yang terionisasi atau ionized fault paths selama waktu mati reclosing
sehingga eksekusi reclosing dengan kecepatan tinggi pun hanya memiliki kemungkinan
kecil untuk berhasil.
Hasilnya adalah “kelelahan” dan stress pada semua peralatan
interposing(pemutus tenaga utility, transformator dan motor) di dalam sistem.
Untuk mencegah masalah-masalah di atas, proses transfer atau transfer tripping
dapat diterapkan untuk memutus beban-beban motor yang diprioritaskan untuk
direclosing. Pendeteksian tegangan(voltage sensing) dengan sebuah waktu tunggu(time
delay) yang sesuai dapat digunakan untuk memverifikasi matinya(dead) saluran(line)
sebelum reclosing dilakukan. Matinya saluran ditandai dengan tidak adanya
tegangan(0 V). Namun perlu diingat bahwa setiap mesin sinkron mempunyai residual
voltage akibat adanya fluks sisa sehingga dibutuhkan data empiris di lapangan
berapakah residual voltage yang terdeteksi pada voltage sensing untuk
menandakan saluran tersebut telah dead. Pada kasus-kasus tertentu, automatic
reclosing bisa tidak digunakan.
Pertimbangan yang paling penting untuk motor-motor ini adalah
menghindari kerusakan dari kondisi tidak sefasa(out of step). Waktu tunggu
autoreclosing yaitu waktu antara kehilangan daya dan pengembalian daya ke bus motor, harus lebih besar dari
waktu saat breaker melepas bus motor dari sistem(Time delay > Time breaker
tripping). Waktu autoreclosing ditentukan dengan sebarapa lama tegangan pada
bus motor berdegradasi. Bus motor biasanya dipantau oleh relay tegangan rendah
(27) dan atau relay frekuensi lebih(81OF)
Tegangan bus motor berdegradasi dengan sebuah konstanta waktu(td)
dan inersia motor(WK2). Akibatnya, waktu pickup tergantung seberapa
cepat tegangan bus motor berdegradasi. Karena motor berdaya besar mempunyai
inersia yang besar (WK2), dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mencapai titik pickup-nya. Sebaliknya, motor yang berdaya lebih kecil hampir
seketika ditrip oleh relay tegangan kurang karena waktu degradasinya yang
sebentar. Maka dari itu, waktu autoreclosing harus disetel secara perhitungan
matematis dan tidak asal-asalan untuk menghindari adanya kerusakan.
Referensi:
Design
of High Speed Motor Bus Transfer System oleh Murty V. V. S. Yalla,
member IEEE
IEEE
Guide for Automatic Reclosing of Circuit Breakers for AC Distribution and
Transmission Line oleh IEEE Power and Energy Society.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar