Selasa, 14 Juni 2016

Sekilas tentang Automatic Bus Transfer



Skema transfer bus motor telah digunakan dalam pembangkitan tenaga listrik dan fasilitas-fasilitas industry selama beberapa tahun untuk mentransfer sebuah bus beban yang umumnya meliputi motor-motor induksi  atau kombinasi motor induksi dan motor sinkron dari sebuah sumber utama atau main source ke sebuah sumber tambahan atau auxiliary source.

Tipikal diagram satu garis skema transfer bus motor dengan dua breaker.(Disadur dari jurnal Design of High Speed Motor Bus Transfer System oleh Murty V. V. S. Yalla, member IEEE)





Ketika tegangan suplai dilepas dari mesin induksi(mesin ‘penggerak’ turbin generator), fluks terjebak di rotor. Fluks ini berdegradasi seiring berjalannya waktu dan memproduksi tegangan sisa atau residual voltage di dalam lilitan-lilitan mesin sampai rotasinya berhenti. Dalam motor-motor yang diisolir, residual voltage dapat berdegradasi dalam beberapa siklus atau cycle(1 cycle = 0,02 ms) pada mesin-mesin berdaya kecil namun voltage tersebut dapat berdegradasi hingga lima detik. Pada fasilitas industri dengan banyak motor, mesin-mesin berinersia tinggi akan berperan sebagai “generator” penyuplai  mesin-mesin yang berinersia rendah pada bus motor sehingga seluruh mesin-mesin tersebut berdegradasi bersamaan.

Mesin-mesin sinkron mempunyai tambahan-tambahan sistem proteksi tersendiri pada eksitasi medan atau field-nya supaya dapat menjaga tegangan internal pada field saat waktu mati atau dead time(waktu saat breaker terbuka) sebelum sistem penutupan kembali breaker(reclosing) terjadi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh motor-motor yang mempertahankan  residual voltage adalah mereka dapat menimbal-balik atau mempengaruhi saluran distribusi dan transmisi di sekitarnya.

Ketika reclosing terjadi, tegangan sistem dan tegangan sisa mesin tidak sefasa. Atau out of phase. Penggunaan reclosing otomatis atau autoreclosing dapat menghasilkan tegangan  melebihi batas desain mekanik dan insulasinya dan juga menghasilkan arus dan torsi transient yang tinggi. Motor-motor tersebut mungkin tidak seketika mengalami kegagalan atau rusak, namun hasil dari torsi sumbu atau shaft dan torsi pada lilitan-lilitan yang akhirnya dapat menghasilkan kegagalan yang aneh atau unexplained failures pada mesin. Sebagai tambahan, beban-beban motor tersebut dapat menjaga keutuhan jalur-jalur kegagalan yang terionisasi atau ionized fault paths selama waktu mati reclosing sehingga eksekusi reclosing dengan kecepatan tinggi pun hanya memiliki kemungkinan kecil  untuk berhasil.

Hasilnya adalah “kelelahan” dan stress pada semua peralatan interposing(pemutus tenaga utility, transformator dan motor) di dalam sistem. Untuk mencegah masalah-masalah di atas, proses transfer atau transfer tripping dapat diterapkan untuk memutus beban-beban motor yang diprioritaskan untuk direclosing. Pendeteksian tegangan(voltage sensing) dengan sebuah waktu tunggu(time delay) yang sesuai dapat digunakan untuk memverifikasi matinya(dead) saluran(line) sebelum reclosing dilakukan. Matinya saluran ditandai dengan tidak adanya tegangan(0 V). Namun perlu diingat bahwa setiap mesin sinkron mempunyai residual voltage akibat adanya fluks sisa sehingga dibutuhkan data empiris di lapangan berapakah residual voltage yang terdeteksi pada voltage sensing untuk menandakan saluran tersebut telah dead. Pada kasus-kasus tertentu, automatic reclosing bisa tidak digunakan.

Pertimbangan yang paling penting untuk motor-motor ini adalah menghindari kerusakan dari kondisi tidak sefasa(out of step). Waktu tunggu autoreclosing yaitu waktu antara kehilangan daya dan pengembalian  daya ke bus motor, harus lebih besar dari waktu saat breaker melepas bus motor dari sistem(Time delay > Time breaker tripping). Waktu autoreclosing ditentukan dengan sebarapa lama tegangan pada bus motor berdegradasi. Bus motor biasanya dipantau oleh relay tegangan rendah (27) dan atau relay frekuensi lebih(81OF)

Tegangan bus motor berdegradasi dengan sebuah konstanta waktu(td) dan inersia motor(WK2). Akibatnya, waktu pickup tergantung seberapa cepat tegangan bus motor berdegradasi. Karena motor berdaya besar mempunyai inersia yang besar (WK2), dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai titik pickup-nya. Sebaliknya, motor yang berdaya lebih kecil hampir seketika ditrip oleh relay tegangan kurang karena waktu degradasinya yang sebentar. Maka dari itu, waktu autoreclosing harus disetel secara perhitungan matematis dan tidak asal-asalan untuk menghindari adanya kerusakan.

Referensi:
Design of High Speed Motor Bus Transfer System oleh Murty V. V. S. Yalla, member IEEE
IEEE Guide for Automatic Reclosing of Circuit Breakers for AC Distribution and Transmission Line oleh IEEE Power and Energy Society.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar