Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”
Lamaran merupakan langkah awal dari suatu
pernikahan. Hal ini telah disyari'atkan oleh Allah subhanahu wata'ala sebelum
diadakanya akad nikah antara suami istri. Dengan maksud, supaya masing-masing
pihak mengetahui pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya. Allah
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 235:
"Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu15 dengan
sindiran16 atau kalian menyembunyikan(keinginan menikahi mereka) dalam hati
kalian. Allah mengetahui kalian mengadakan janji nikah dengan mereka secara
lisan, kecuali sekedar mengucapkan(kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan
janganlah kalian ber'azam(bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis 'iddahnya.
Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian. Maka
takutlah kepada-Nya."
1. Sifat Calon Istri
Wanita muslimah yang hendak dinikahi harus
memiliki sifat penuh kasih sayang. Karena, kasih sayang antara suami dan istri
menjadi penyangga bagi keberlangsungan hidup rumah tangga. Selain itu, juga
mampu melahirkan keturunan. Karena, dengan adanya keturunan akan menopang
terpenuhinya kepentingan peradaban dan kekayaan. Kecintaan dan kasih sayang
seorang wanita kepada suaminya merupakan bukti karakter yang kuat dari sifat
alamiah yang ada pada dirinya. yang mana hal itu dapat menghindarkan dirinya
dari berselingkuh atau mencari perhatian laki-laki lain.
Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim serta yang lainnya, dari Jabir disebutkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wassalam pernah bertanya kepadanya: "Wahai Jabir, dengan gadis
atau janda kamu menikah?". "Dengan janda," jawab Jabir. Maka
beliau pun berkata: "Alangkah baiknya jika engkau dengan
gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bisa bermain-main
denganmu." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda yang artinya:
"Sesungguhnya dunia ini keindahan dan tidak ada di dunia ini yang
lebih baik daripada seorang wanita shalihah." (H.R. Ibnu Majah)
Dari Jabir radhiallahu'anhu, dia
menceritakan bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda:
"Sesungguhnya seorang wanita itu dinikahi karena agama, harta dan
kecantikannya. Untuk itu, nikahilah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan
bahagia." (H.R. Muslim dan Tirmidzi)
Imam Tirmidzi mengingatkan bahwa hadits
ini berstatus hasan shahih.
Penulis kitab Al-Raudhah mengatakan:
"Disunnahkan wanita itu berasal dari lingkungan, kabilah dan karakter yang
benar-benar shalihah. Karena sesungguhnya, manusia seperti ini adalah
sebagaimana logam emas dan perak(yang sangat bernilai)." Sebab, adat,
kebiasaan dan gaya hidup suatu kaum sangat berpengaruh pada seseorang dan
menentukan kepribadiannya.
Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i dengan
sanad shahih, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda yang
artinya:
"Sebaik-baik wanita adalah yang jika engkau melihatnya, maka ia akan
membahagiakanmu. Jika engkau memerintahnya, maka ia senantiasa mentaatimu. Jika
engkau memberikan sesuatu kepadanya, maka ia senantiasa berbuat baik kepadamu.
Apabila kamu tidak berada disisinya, ia selalu menjaga dirinya dan
hartamu."
Rasulullah pernah mengirim beberapa wanita
untuk mengetahui akan aib yang tersembunyi pada diri mereka. Lalu beliau
berkata: "Ciumlah mulutnya, ciumlah kedua ketiaknya dan lihatlah kedua
tumitnya." (H.R. Ahmad)
2. Memilih Suami
Seorang wanita muslimah hendaknya memilih
calon suami yang shalih dan berakhlak mulia hingga dapat memergaulinya dengan
cara yang baik atau nanti apabila menceraikannya, maka hal itu akan ia lakukan
dengan cara yang baik pula. Imam Ghazali berkata: "Berhati-hati terhadap
hak-hak wanita sebagai istri adalah lebih penting. Karena, mereka(kaum wanita)
merupakan makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dapat melakukan perceraian
kapan saja ia kehendaki. Apabila wanita muslimah memlih calon suami zhalim,
fasiq atau peminum minuman keras, maka berarti agamanya menjadi ternoda serta
akan menjadi penyebab kemurkaan Allah, akrena ia telah memutuskan tali
silaturahmi dan salah pilih."
Seseorang bertanya kepada Hasan bin Ali:
"Aku mempunyai anak gadis. Menurutmu, kepada siapa aku harus
menikahkannya?". Hasan menjawab: "Nikahkanlah ia dengan laki-laki
yang bertakwa kepada Allah. Jika laki-laki itu mencintainya, maka ia akan
menghormatinya dan jika ia marah kepadanya, maka ia tidak akan
menzhaliminya."
3. Melihat wanita yang hendak dilamar
Dari Mughirah bin Syu'bah, ia berkata:
"Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi
wassalam berkata: "Lihatlah ia, karena yang demikian
itu akan melanggengkan kasih sayang antara kalian berdua." (H.R. Ibnu Majah, An-Nasa'i dan Tirmidzi)
Sebagian ulama berpegang pada hadits ini
dan mengatakan: "Diperbolehkan bagi seorang laki-laki melihat wanita yang
hendak dilamarnya pada bagian yang tidak diharamkan." Demikian dikemukakan
oleh Imam Tirmidzi. Ini juga menjadi pendapat dari Imam Ahmad dan Imam Ishak.
Dari Jabir disebutkan(Sebagai hadits
marfu'=sanadnya sampai kepada Rasulullah), bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi
wassalam bersabda yang artinya:
"Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan;
sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk
menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya." (H.R. Abu Dawud dan Hakim)
Menurut Jumhur ulama: "Diperbolehkan
bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya. Akan tetapi, mereka tidak
diperbolehkan melihat kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya." Sedangkan
Al-Auza'i mengatakan: "Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendakinya,
kecuali aurat." Adapun Ibnu Hazm mengatakan: "Boleh melihat pada
bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya."
Sumber: buku Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah dengan perubahan seperlunya