Gambar
2.38 memerlihatkan kondisi kontak dari sebuah sakelar dalam keadaan
tertutup(a), mulai membuka(b) dan sudah terbuka lebar(c).
Pada sakelar umumnya terdapat kontak
jalan(KJ) dan kontak tetap(KT). Pada keadaan(a), kontak-kontak tertutup, tidak
ada beda potensial antara KJ dan KT, kemudia kontak KJ digerakkan ke kiri
sehinga ada celah antara KJ dan KT tertutup, naik menuju nilai tegangan operasi
dari sakelar, melalui perioda transien. Jika jarak antara KJ dan KT semakin
besar, maka kuat medan listrik antara KJ dan KT semakin turun, karena kuat
medan listrik:
di
mana
V
= beda potensial tegangan antara KJ dan
KT
d
= jarak antara KJ dan KT.
Pada nilai tertentu dari d, nilai e
menjadi cukup kecil sehingga busur listrik padam. Tetapi dengan membesarnya
jarak d, nilai V bisa naik, yaitu dalam periode transien. Kenaikan nilai V
selama perioda transien ini tergantung pada nilai induktansi, kapasitansi dan
resistansi dari sirkuit yang dibuka oleh sakelar bersangkutan. Nilai tegangan
transien ini bisa menyebabkan busur listrik tidak padam.
Untuk menaikkan kemampuan sakelar
dalam memutus listrik busur maka, kecuali pada sakelar vakum(hampa), digunakan
media isolasi yang ditiupkan atau disemprotkan pada busur listrik yang terjadi.
Media isolasi ini selain berfungsi sebagai bahan isolasi juga berfungsi sebagai
bahan pendingin, mengingat listrik yang terjadi melepaskan banyak energi
berbentuk panas. Panas ini timbul karena proses ionisasi bahan isolasi. Sewaktu
kontak-kontak sakelar berpisah terjadi beda potensial V antara kontak-kontak
sakelar dan beda potensial inilah yang menimbulkan ionisasi, yaitu terurainya
atom bahan isolasi menjadi ion yang bermuatan positif dan elektron yang
bermuatan negatif. Ion-ion yang bermuatan positif menuju kontak sakelar yang
bermuatan negatif, sedangkan ion-ion yang bermuatan negatif menuju ke kontak
sakelar yang bermuatan negatif.
Aliran ion-ion yang bermuatan
positif dan ion-ion yang bermuatan negatif tersebut diatas menghasilkan busur
listrik yang terdiri dari inti busur, plasma dan gas panas seperti
diperlihatkan pada gambar 2.38.
Apabila yang diputus oleh sakelar
adalah arus bolak-balik maka aliran ion dan elektron tersebut diatas akan
bolak-balik dan terdapat saat dimana aliran ion ini bernilai nol. Nilai nol
ini(sebelum busur listrik putus) tidak pernah terjaid pada pemutusan arus
searah. Inilah sebabnya proses pemutusan busur listrik arus searah lebih sulit
daripada proses pemutusan busur listrik arus bolak-balik.
Keadaan
sebuah Pemutus Tenaga(PMT) dari saluran transmisi yang memutus arus gangguan
diperlihatkan pada gambar 2.38 dan 2.39. Penjelasan dari lambang-lambang di
kedua gambar tersebut adalah:
eg
= tegangan generator, sumber
F =
titik gangguan pada saluran transmisi
L =
induktansi dari generator
C =
kapasitansi saluran transmisi
ef =
tegangan yang timbul di antara kontak-kontak PMT = ec + eg,
di mana ec = tegangan
kapasitor C
Nf =
arus gangguan
Karena
nilai induktansi dalam sirkuit generator dan juga pada saluran transmisi
umumnya lebih besar daripada nilai resistansi(tahanan) maka arus gangguan Nf
tertinggal 90o dari tegangan generator eg. Gangguan
terjadi saat t = t1, (lihat gambar 2.40) sehingga timbul arus
gangguan if selanjutnya pada gambar 2.39 diperlihatkan bahwa PMT memutus arus
gangguan if pada saat t = t1, yaitu saat nilai if = 0 dan
nilai eg = maksimum. Hal ini diikuti nilai tegangan kapasitor ec
yang naik dan berisolasi karena kapasitor tidak bisa membuang muatannya yang
sebelum diputus oleh PMT bisa dialirkan ke arah induktansi L. Cepat tidaknya
isolasi tegangan kapasitor ec ini teredam tergantung besarnya nilai
resistansi dalam sirkuit kapasitor C; makin besar nilai resistansi ini makin
cepat peredaman ini terjadi.
Tegangan eg + ec
= ef merupakan tegangan yang dialami kontak-kontak PMT dan disebut transient recovery voltage.
Proses
pemulihan derajat isolasi dan transient
recovery voltage sebagai fungsi waktu diperlihatkan pada gambar 2.41. Kurva
1 menggambarkan keadaan di mana PMT berhasil memutus busur listrik, sedangkan
kurva 2 menggambarkan keadaan yang gagal.
Makin
panjang saluran transmisi yang mengalami gangguan makin besar nilai C saluran
ini. Sedangkan makin banyak generator dalam sistem yang bekerja paralel makin
besar nilai arus gangguan if. Komponen ec dari ef =
eg + ec cenderung untuk berosilasi dengan frekuensi
alami(natural) dari saluran transmisi yang diputus yaitu
yaitu
sama dengan frekuensi resonansi dari sirkuit/saluran transmisi yang diputus
tersebut. Energi yang terputus dalam sirkuit ini akan mengalir bolak-balik antara
kapasitansi dan induktansi yang dikandungnya dengan frekuensi resonansi seperti
tersebut di atas. Energi ini akhirnya akan habis diserap oleh resistansi
sirkuit yang diputus tersebut.
Proses pemutusan busur listrik oleh
PMT, menimbulkan keausan pada kontak-kontak PMT. Oleh karenanya rekaman arus
dan tegangan PMT sewaktu memutus arus gangguan perlu diamati dan dianalisis.
Berdasarkan hasil analisis ini kemudian ditentukan apakah kontak-kontak PMT
perlu diperiksa dan direkondisi atau tidak. Dari analisis ini juga bisa
diperkirakan adanya kelainan yang lain atau tidak, misalnya apakah relai,
baterai, pengawatan sekunder serta mekanisme penggerak PMT berfungsi
sebagaimana mestinya atau tidak. PMT yang mengalami keausan pada
kontak-kontaknya akan mengalami penurunan kemampuan memutus arus hubung
singkat, oleh karenanya perlu direkondisi atau dilakukan penggantian
kontak-kontak yang aus tersebut.
Spesifikasi
teknis dari PMT terutama harus mencantumkan kemampuannya untuk memutus arus
gangguan. Kemampuan ini harus sedikit lebih besar(margin kira-kira 20%)
terhadap arus gangguan terbesar yang mungkin terjadi apabila gangguan terjadi
tepat di depan atau di belakang PMT bersangkutan. Margin 20% tersebut diatas
adalah untuk memerhitungkan kemunduran kemampuan PMT dengan terjadinya keausan
kontak-kontak PMT sebagaimana yang diuraikan di atas.
Untuk
PMT dengan udara tekan perlu diperhatikan juga spesifikasi teknik dari
instalasi udara tekan yang ditawarkan pabrik, karena hal ini menyangkut masalah
keselematan kerja. Gambar 2.42. memerlihatkan sebagian dari instalasi tersebut.
Gambar
2.42 Penampung udara(air receiver),
ruang pemutus(interrupter), dan katup
penghembus(blast valve) dari Air blast circuit breaker.
Sumber: Pembangkitan Energi Listrik edisi kedua, karya Djiteng Marsudi, penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar