Rabu, 06 Agustus 2014

Proses terjadinya busur listrik dalam sakelar



Gambar 2.38 memerlihatkan kondisi kontak dari sebuah sakelar dalam keadaan tertutup(a), mulai membuka(b) dan sudah terbuka lebar(c).

            Pada sakelar umumnya terdapat kontak jalan(KJ) dan kontak tetap(KT). Pada keadaan(a), kontak-kontak tertutup, tidak ada beda potensial antara KJ dan KT, kemudia kontak KJ digerakkan ke kiri sehinga ada celah antara KJ dan KT tertutup, naik menuju nilai tegangan operasi dari sakelar, melalui perioda transien. Jika jarak antara KJ dan KT semakin besar, maka kuat medan listrik antara KJ dan KT semakin turun, karena kuat medan listrik:
di mana
V =  beda potensial tegangan antara KJ dan KT
d = jarak antara KJ dan KT.
            Pada nilai tertentu dari d, nilai e menjadi cukup kecil sehingga busur listrik padam. Tetapi dengan membesarnya jarak d, nilai V bisa naik, yaitu dalam periode transien. Kenaikan nilai V selama perioda transien ini tergantung pada nilai induktansi, kapasitansi dan resistansi dari sirkuit yang dibuka oleh sakelar bersangkutan. Nilai tegangan transien ini bisa menyebabkan busur listrik tidak padam.
            Untuk menaikkan kemampuan sakelar dalam memutus listrik busur maka, kecuali pada sakelar vakum(hampa), digunakan media isolasi yang ditiupkan atau disemprotkan pada busur listrik yang terjadi. Media isolasi ini selain berfungsi sebagai bahan isolasi juga berfungsi sebagai bahan pendingin, mengingat listrik yang terjadi melepaskan banyak energi berbentuk panas. Panas ini timbul karena proses ionisasi bahan isolasi. Sewaktu kontak-kontak sakelar berpisah terjadi beda potensial V antara kontak-kontak sakelar dan beda potensial inilah yang menimbulkan ionisasi, yaitu terurainya atom bahan isolasi menjadi ion yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif. Ion-ion yang bermuatan positif menuju kontak sakelar yang bermuatan negatif, sedangkan ion-ion yang bermuatan negatif menuju ke kontak sakelar yang bermuatan negatif.
            Aliran ion-ion yang bermuatan positif dan ion-ion yang bermuatan negatif tersebut diatas menghasilkan busur listrik yang terdiri dari inti busur, plasma dan gas panas seperti diperlihatkan pada gambar 2.38.

            Apabila yang diputus oleh sakelar adalah arus bolak-balik maka aliran ion dan elektron tersebut diatas akan bolak-balik dan terdapat saat dimana aliran ion ini bernilai nol. Nilai nol ini(sebelum busur listrik putus) tidak pernah terjaid pada pemutusan arus searah. Inilah sebabnya proses pemutusan busur listrik arus searah lebih sulit daripada proses pemutusan busur listrik arus bolak-balik. 
            Keadaan sebuah Pemutus Tenaga(PMT) dari saluran transmisi yang memutus arus gangguan diperlihatkan pada gambar 2.38 dan 2.39. Penjelasan dari lambang-lambang di kedua gambar tersebut adalah:
eg = tegangan generator, sumber
F = titik gangguan pada saluran transmisi
L = induktansi dari generator
C = kapasitansi saluran transmisi
ef = tegangan yang timbul di antara kontak-kontak PMT = ec + eg, di mana ec =  tegangan kapasitor C
Nf = arus gangguan
            Karena nilai induktansi dalam sirkuit generator dan juga pada saluran transmisi umumnya lebih besar daripada nilai resistansi(tahanan) maka arus gangguan Nf tertinggal 90o dari tegangan generator eg. Gangguan terjadi saat t = t1, (lihat gambar 2.40) sehingga timbul arus gangguan if selanjutnya pada gambar 2.39 diperlihatkan bahwa PMT memutus arus gangguan if pada saat t = t1, yaitu saat nilai if = 0 dan nilai eg = maksimum. Hal ini diikuti nilai tegangan kapasitor ec yang naik dan berisolasi karena kapasitor tidak bisa membuang muatannya yang sebelum diputus oleh PMT bisa dialirkan ke arah induktansi L. Cepat tidaknya isolasi tegangan kapasitor ec ini teredam tergantung besarnya nilai resistansi dalam sirkuit kapasitor C; makin besar nilai resistansi ini makin cepat peredaman ini terjadi.


Tegangan eg + ec = ef merupakan tegangan yang dialami kontak-kontak PMT dan disebut transient recovery voltage.
            Kecepatan pemulihan ini tergantung derajat isolasi media isolasi yang ada di antara kontak-kontak PMT terhadap naiknya tegangan pemulihan transien(transient recovery voltage); apabila cukup cepat maka PMT akan berhasil memutus busur listrik. Tetapi apabila lebih lambat, derajat isolasi media isolasi belum bisa menghambat transient recovery voltage sehingga PMT akan gagal memutus busur listrik yang terjadi, hal ini berbahaya karena gas-gas panas yang terjadi akan bertambah banyak dan menumpuk sehingga bisa menimbulkan peledakan.




           Proses pemulihan derajat isolasi dan transient recovery voltage sebagai fungsi waktu diperlihatkan pada gambar 2.41. Kurva 1 menggambarkan keadaan di mana PMT berhasil memutus busur listrik, sedangkan kurva 2 menggambarkan keadaan yang gagal.
           Makin panjang saluran transmisi yang mengalami gangguan makin besar nilai C saluran ini. Sedangkan makin banyak generator dalam sistem yang bekerja paralel makin besar nilai arus gangguan if. Komponen ec dari ef = eg + ec cenderung untuk berosilasi dengan frekuensi alami(natural) dari saluran transmisi yang diputus yaitu
 
yaitu sama dengan frekuensi resonansi dari sirkuit/saluran transmisi yang diputus tersebut. Energi yang terputus dalam sirkuit ini akan mengalir bolak-balik antara kapasitansi dan induktansi yang dikandungnya dengan frekuensi resonansi seperti tersebut di atas. Energi ini akhirnya akan habis diserap oleh resistansi sirkuit yang diputus tersebut.
            Proses pemutusan busur listrik oleh PMT, menimbulkan keausan pada kontak-kontak PMT. Oleh karenanya rekaman arus dan tegangan PMT sewaktu memutus arus gangguan perlu diamati dan dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini kemudian ditentukan apakah kontak-kontak PMT perlu diperiksa dan direkondisi atau tidak. Dari analisis ini juga bisa diperkirakan adanya kelainan yang lain atau tidak, misalnya apakah relai, baterai, pengawatan sekunder serta mekanisme penggerak PMT berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. PMT yang mengalami keausan pada kontak-kontaknya akan mengalami penurunan kemampuan memutus arus hubung singkat, oleh karenanya perlu direkondisi atau dilakukan penggantian kontak-kontak yang aus tersebut.
Spesifikasi teknis dari PMT terutama harus mencantumkan kemampuannya untuk memutus arus gangguan. Kemampuan ini harus sedikit lebih besar(margin kira-kira 20%) terhadap arus gangguan terbesar yang mungkin terjadi apabila gangguan terjadi tepat di depan atau di belakang PMT bersangkutan. Margin 20% tersebut diatas adalah untuk memerhitungkan kemunduran kemampuan PMT dengan terjadinya keausan kontak-kontak PMT sebagaimana yang diuraikan di atas.

Untuk PMT dengan udara tekan perlu diperhatikan juga spesifikasi teknik dari instalasi udara tekan yang ditawarkan pabrik, karena hal ini menyangkut masalah keselematan kerja. Gambar 2.42. memerlihatkan sebagian dari instalasi tersebut.

Gambar 2.42 Penampung udara(air receiver), ruang pemutus(interrupter), dan katup penghembus(blast valve) dari Air blast circuit breaker.

Sumber: Pembangkitan Energi Listrik edisi kedua, karya Djiteng Marsudi, penerbit Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar